BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada
tahun 1945, pemerintah tertinggi negara Jerman berakhir sebagai akibat
hancurnya regim Sosialis Nasional dan menyerahkan Jerman tanpa syarat kepada
kekuatan Sekutu, kemudian pada tahun 1949, dua negara rival Jerman muncul,
yaitu pada daerah penduduk soviet lahir Republik Demokrasi Jerman (the Germani
Democratic Republik, GDR), sebuah negara dengan sistem satu partai-Marxisme-Leninisme,
dengan ekonomi terpimpin dan pada daerah pendudukan Amerika, Inggris, dan
Perancis muncul negara Republik Federal Jerman, dengan sistem perekonomian
liberal dan prualistik. Republik Federal Jerman ditetapkan secara resmi sebagai
bentuk negara, dengan ciri utama pemerintahan sendiri.
Secara
geografis, Jerman terletak di tengah-tengah benua Eropa dengan luas daerah
356,957 kilometer persegi. Jerman berpenduduk 82 juta lebih, dan kira-kira 8%
di antaranya bukan kebangsaan jerman melainkan warga negara asing yang
berdatangan ke jerman. Ada tantangan tersendiri bagi Jerman terhadap mereka yang
pendatang, baik yang telah lama berada di jerman maupun yang baru, masalahnya
adalah mengenai bahasa, hal ini merupakan tantangan bagi sistem pendidikan
Jerman. Sangat sukar memberikan kesempatan yang sama dalam pendidikan kepada
anak-anak imigran. Namun demikian bahasa Jerman tetap merupakan bahasa yang
dominan dengan berbagai variasi dialek derah.
Kemudian
sekarang kita beralih pada pendapatan Jerman, Jerman sebagai negara ekspor
tangguh mendapat tantangan berat dalam perdagangan internasional, hal ini jelas
membawa dampak pada pendidikan. Hal yang sama juga terjadi pada bidang
perdagangan dan bidang jasa di Jerman yang masyarakatnya sedang mengalami
perubahan sangat cepat. Disamping itu aliran dana semenjak tahun 1990 ke
kantong negara yang dulunya bernama Republik Demokrasi Jerman terus berlangsung
untuk membiayai pembangunan kembali, perbaikan infra struktur dan usaha
penanggulangan pengangguran. Hal ini secara langsung membebania nggaran negara
besar sekali, dan jelas ini mengancam anggaran pemerintah untuk pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN DI JERMAN
I.
JERMAN
A.
Politik
dan Tujuan Pendidikan
Berdasarkan
sejarah, pendidikan di Jerman berdasarkan dua sumber yaitu gereja dan negara.
Sudah menjadi tradisi semenjak awal abad pertengahan bahwa geraja selalau
terlibat dalam pendidikan, sedangkan the
Lander (asal mula kekuasaan daerah) selalau pula mengatakan bahwa merekalah
yang bertanggung jawab atas pendidikan. Pengumuman resmi mengenai wajib belajar
pada beberapa daerah semanjak akhir abad ke-17 dapat dianggap sebagai penanda
resmi bahwa masalah pendidikan adalah tanggung jawab negara. Semenjak itu,
pengaruh gereja secara umum mulai berkurang. Maka masalah pendidikan mulai saat
itu terletak terutama pada kekuatan politik para guru, orang tua,
siawa/mahasiswa sebagai perubahan dalam sistem pendidikan.
Dalam
Republik Federal Jerman pasca perang, sistem sekolah tiga jalur dan universitas
dengan sistem ekonomi adalah bentuk yang digunakan. Oleh karena Undang-undang
Federal, yang bertanggung jawab mengenai pendidikan, semenjak itu pula
pembicaraan di tingkat “Lander”
berlangsung terus tentang tujuan reformasi pendidikan. Pemerintah negara bagian
(State) yang Sosial Demokrat cenderung untuk menempatkan pendidikan sebagai hak
azasi dengan penekana pada, usaha pendidikan itu atas inisiatif sendiri,
persamaan, dan tindakan pengimbalan, sementara pihak Kristen Demokrat
Konservatif menginginkan tujuan dan kegiatan pendidikan itu bersifat kolektif untuk
kepentingan masyarakat, seperti penyiapkan lulusan yang berkualitas.
Politik
pendidikan dan formulasi tujuan pendidikan merupakan topik yang hangat dalam kelompok
Republik Demokrasi. Pada tahun 1949, lebih dari 2/3 guru-guru yang bertugas
dibawah partai Sosialis Nasional diganti dengan guru-guru baru yang telah
mendapat pendidikan jangka pendek. Dengan demikian kecocokan dengan peraturan
komunis dapat tercapai lebih meyakinkan. Maka berlangsunglah model pendidikan
Soviet, seperti prinsip “pengajaran politeknik” (1958-59), dengan tujuan formal
pendidikan untuk membentuk pribadi sosialis. Sistem pendidikan berjalan secara
ketat, denagn kontrol politik tersentralisasi, serta perencanaan ekonomi dan
sosial yang sesuai dengan doktrin negara.
Denagn
hilangnya dasar ideologi yang utama, dan sistem politik pun berubah,
reunifikasi jerman memaksa Lander jerman
timur menyesuaikan sistem pendidikannya dengan struktur yang ada di Jerman
Barat. Maka dalam konstitusi Negara (baru) serta dalam pembukaan Undang-undang tentang
Sekolah khusus dan Universitas ditetapkan tujuan umum pendidikan dengan tekanan
pada pengembangan individualitas dan partisipasi dalam kehidupan.
B.
Struktur
dan Jenis pendidikan
Pada
tahu 1992, Lander Jerman Timur sedang melakukan reformasi mendasar, tidak ada
gambaran akurat yang dapat diberikan mengenai struktur menyeluruh yang mencakup
seluruh jerman. Akan tetapi, sistem pemberian ijazah yang ada di Jerman barat
juga sama dengan yang ada di Jerman Timur.
a.
Pendidikan
Dasar, Menengah, dan Pendidikan Tinggi
Tergantung
pada negara bagian, wajib sekolah di Jerman berlaku sembilan atau sepuluh
tahun, dengan normal anak masuk sekolah pada usia enam tahun. Jika seorang
siswa gagal mendapatkan sertifikat tamat belajar, ia tidak lagi berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan formal, dan hal ini sering menimbulkan
kesulitan dalam kehidupan sosial dan ekonomi yang bersangkutan.
Pendidikan
dasar biasanya berlangsung empat tahun, tetapi ibu kota negara, Berlin,
melaksanakan sistem enam tahun, beberapa negara bagian lainnya melaksanakan
pengajaran tambahan dua tahun pada Grade 5 dan 6 dalam suatu lembaga perantara
yang memberikan berbagi jenis pelajaran sebagai persiapan masuk ke
program-program sekolah menengah. Hari sekolah dihitung 190 hari setahun pada
tingkat pendidikan dasar, dan anak-anak belajar mulai pukul 8:00 pagi sampai
pukul tergantung pada tingkat kelas atau “Grade”.
Dari
kelompok umur yang sama, 28,8% memasuki program atau sekolah yang lebih tinggi
yang di kenal dengan Realschule,
kadang-kadang di sebut juga Mittelschule (sekolah
menengah). Biasanya, Realschule mempersiapkan siswa untuk memasuki karir sebagai
pegawai atau buruh kelas menengah.
Di
Jerman Barat ada upaya semasa fase reformasi tahun 1970-an untuk menggabungkan
Fachhochschulen dan universitas kedalam suatu institusi, sementara beberapa
buah lembaga bentuk gabungan ini berjalan, model seperti ini tidak banyak
mendapat simpati dan dukungan untuk dilaksanakan dalam sekala besar. Tetapi,
satu pengecualian ialah penggabungan fakultas pendidikan guru ke dalam
universitas yang sudah ada, atau peningkatan fakultas pendidikan guru menjadi
universitas.
b.
Pendidikan
Prasekolah
Pada
abad ke-18 dan 19, muncul lembaga-lembaga untuk mengurus kesejahteraan
anak-anak yang membutuhkan bantuan yang pada awalnya menyediakan pengajaran
keagamaan (Injil). Pendidikan ini diarahkan pada pengendalian dampak-dampak
negatif yang bermacam-macam akibat industrialisasi. Pendidikan prasekolah ini
melayani anak-anak dari usia 3 tahun, dan guru-gurunya disiapkan melalui
pendidikan kejuruan khusus, pendidikan prasekolah lazimnya tidak punya
kurikulum untuk belajar membaca dan menulis atau berhitung.
c.
Pendidikan
Khusus
Pada
tahun 1989, baik di Jerman Timur maupun Jerman Barat, kira-kira 4% siswa
tercatat pada lembaga-lembaga yang khusus melayani anak-anak cacat. Di samping
itu, Jerman Timur menjalankan sistem sekolah khusus (Spezialschulen) bagi anak-anak yang punya bakat istimewa dalam
bidang seni atau olah raga yang jumlahnya kira-kira 1% dari kelompok umur.
Biasanya
anak-anak cacat diklasifikasikan berdasarkan cacat alami yang menimpanya,
seperti buta, cacat fisik, gangguan mental dan sebagainya. Pengadaan
kelas-kelas khusus, bahkan kadang-kadang sekolah khusus, mengikuti klasifikasi
ini. Ada dua kategori yang termasuk program pendidikan khusus, yaitu yang
disebut “kelainan tingkah laku” dan “kesulitan belajar” pada pendidikan khusus.
d.
Pendidikan
Vokasional, Teknik, dan Bisnis
Sistem
penandidikan yang menawarkan kualifikasi terdiri dari bermacam-macam jenis dan
mempunyai struktur yang agak kompleks, paralel dengan pendidikan vokasional,
teknik dan bisnis. Pendidikan vokasional diselenggarakan oleh sekolah-sekolah
negeri, sedangkan ijazah diberikan oleh
Kamar Dagang, Industri atau keuangan, program ini sering disebut “sistem
ganda”. Sertifikat atau ijazah ini adalah resmi dan diakui oleh negara. Satu
sekolah yaitu Fachgymnasium, secara resmi sekolah ini termasuk sekolah umum
pada tingkat menengah keatas. Program kurikulumnya diarahkan pada bidang
ekonomi, sosial dan teknikt.
Secara
keseluruhan sistem pendidikan vokasional, teknik dan bisnis ini diselenggarakan
dengan seperangkat peraturan yang mencakup persyaratan masuk, transisi, dan
kualifikasi lulusan.
e.
Pendidikan
Orang Dewasa dan pendidikan Nonformal
Pendidikan
bagi orang dewasa (Adult Education) di Jerman dikelompokkan dalam tiga kategori
umum, vokasional (termasuk teknik dan keuangan), dan politik. Program
pendidikan orang dewasa ini didominasi penyelenggaraannya oleh volchochschulen,
biyasanya didukung oleh masyarakat setempat. Walaupun sekolah ini mungkin
terdaftar sebagai organisasi nirlaba. Mata pelajaran yang diajarkan mencakup
yaitu;
1. Bahasa
2. Ekonomi,
matematika, dan ilmu pengetahuan alam
3. Kesehatan
4. Kerajinan
tangan
5. Sekolah
persamaan
6. Politik
dan ilmu-ilmu sosial
7. Pendidikan,
psikologi, dan teologi
8. Kesusastraan
dan seni
Mata
pelajaran yang diberikan pada volkshochschulen dapat dianggap sebagai pendidikan
vokasional orang dewasa, maka institusi ini menjadi sangat penting sebagai
penyelenggara progran itu.
Pendidikan
politik bagi orang dewasa diartikan terutama sebagai kegiatan yang erat hubungannya
dengan partai politik, dan juga berhubungan dengan pelajaran-pelajaran yang
diberikan oleh serikat-serikat kerja. Mencapai 10% dari orang-orang yang
sesungguhnya memerlukan peningkatan kualifikasi profesional melalui program
ini. Dapat dikatakan bahwa sedikit sekali kegiatan ini dalam bentuk formal
dengan pengertian diakui oleh pemerintah dengan sertifikat, program pendidikan
orang dewasa sebagai sektor keempat dalam sistem pendidikan jerman bukan
tidak beralasan.
C.
Manajemen
Pendidikan
a.
Otorita
Konstitusi
Federal telah menetapkan wewenang Lander
atas pendidikan, maka beberapa Lender membuat beberapa ketentuan dalam
konstitusi mereka masing-masing mengenai pengaturan masalah-masalah pendidikan,
dan selurunya melalui proses legislative. Pengaturan itu mencakup penetapan
tujuan pendidikan, struktur, isi pengajaran, dan prosedur dalam sistem daerah
mereka masing-masing. Dalam negara bagian, tanggung jawab pendidikan terletak
pada level kementrian kabinet yang seringring disebut Kementian Kebudayaan. Pada
negara-negara bagian yang luas derahnya. Sekolah tidak dikontrol secara
langsung oleh kementrian negara bagian, tetapi melalui badan administratif
regional yang merupakan bagian dari badan eksekutif tanpa pasangan atau
counterpart langsung dari pihak legislatif atau DPR. Masyarakat setempat
biasanya juga punya tanggung jawab menyediakan infra struktur yang diperlukan
dan ada kalanya juga terlibat dalam pengangkatan staf.
Supervisi
atau inpeksi terhadap sekolah merupakan tugas kementrian negara bagian, secara
langsung atau tidak. Dengan beberapa pengecualian, gereja-gereja negara bagian
tidak lai melakukan fungsi supervisi terhadap sekolah. Secara resmi ada tiga
fungsi supervisi sekolah, fungsi pedagogis, hukum dan servis masyarakat.
Rekonsiliasi
mengenai struktur pendidikan di Jerman, Konferensi Mentri-mentri Kebudayaan
menetapkan, melalui keputusan bulat, prinsip-prinsup pendidikan yang berlaku
secara nasional serta kesepakatan mengenai masalah-masalah internasional.
Komisi Gabungan Perencanaan Pendidikan dan Dukungan Penelitian merumuskan
rekomendasi dan mengawasi program-program eksperimen. Dalam Komisi, Pemerintah
Federal dan Pemerintahan Negara Bagian memiliki hak suara yang sama. Sesudah
perubahan Konstitusi tahun 1969, sejumlah wewenang negara bagian menegenai
pendidikan tinggi dialihkan ke pemerintah Federal.
b.
Pendanaan
Dengan
pengecualian pendidikan tinggi, keuangan pendidikan sepenuhnya berada di tangan
Lender dan masyarakat setempat. Secara umum, seluruh biaya personil ditanggung
oleh pemerintah negara bagian, dan infra struktur oleh masyarakat. Hampir semua
program pendidikan (termasuk pembebbasan uang kuliah pada pendidikan tinggi)
bersifat gratis. Pemerintah Federal juga memberikan bantuan kepada sebagian
siswa sekolah menengah dan mahasiswa perguruan tinggi, banyak diantaranya yang
menerima bantuan dari anggaran pemerintah dengan jumlah yang cukup besar
(kira-kira 90% dari biaya operasional sekolah).
Pengeluaran
pemerintah untuk pendidikan mencapai 3,7% (Jerman Barat) dari GNP (Gross National Product) dalam tahun 1990, dan ditambah 1,7%
untuk penelitian. Investasi swasta untuk penelitian dan pembangunan berjumlah
3,9%, sehingga pengeluaran tahun 1990 mencapai 9,3% dari GNP. Tetapi semenjak
1975 sebagai pertanda berakhirnya perluasan sistem secara menyeluruh. Dalam
tahun 1989, unit biaya pendidikan persiswa untuk sekolah-sekolah adalah DM
6,2000 (Us$3,650) dan DM 17,100 (US$10,060) permahasiswa pada pendidikan
tinggi.
c.
Personalia
Guru-guru
Gymnasien dan sebagian guru-guru
spesialis untuk bidang keuangan yang di didik ditingkat universitas, dengan
tekanan utama di bidang keahlian di bandingkan dengan bidang keguruan. Pada
umumnya, pendidikan bidang studi mencakup dua disiplin ilmu yang dapat diambil
pada universitas atau fakultas. Untuk beberapa spesialisasi, bidang pendidikan
umum dilengkapi dengan mata kuliah khusus sepert bidang membaca bagi calon guru
pendidikandasar atau diagnosis terapan bagi yang bermaksud mengajar pada
lembaga pendidikan khusus.dalam jurusan pendidikan, tekanan terberat adalah
pada pendekatan sejarah, filosofis, dan orientasi pada praktikum.
d.
Kurikulum
Menteri-menteri
pendidikan negara bagian menentukan kurikulum mereka sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan mereka melakukan itu melalui tiga jenis
instrumen yaitu, pertama, tabel yang
menguraikan jumlah jam belajar per minggu, serta mata pelajaran sesuai dengan
“grade” dan jenis sekolah, kedua,
pedoman kurikulum, ketiga, pemberian
wewenang penulisan dan pengadaan buku teks.
Tujuan
umum kurikulum ditentukan oleh peraturan sekolah (sering dinyatakan pada
Mukadimah suatu Keputusan, sedangkan tujuan khusus diterbitkan dalam kaitannya
dengan pedoman kurikulum. Ini diputuskan oleh kementrian negara bagian dan
mencakup silabus, rekomendasi metode mengajar, dan kadang-kadang juga model
rencana pelajaran. Mengenai buku teks , tidak ada yang dapat dipakai di
sekolah-sekolah Jerman tanpa mendapat persetujuan dari mentri negara bagian.
Keputusan
untuk metode mengajar tertentu sepenuhnya diserahkan kepada guru. Dengan
semakin menurunnya rasio murid-guru(dari 30:1 tahun 1960 menjadi 15:1 dalam
tahun 1980), makin jelas kecenderungannya bahwa metode mengajar “techer-centered” makin di tinggalkan
beralih pada bekerja dengan kelompok kecil murid dalam kerangka pendekatan “student-centered”. Semenjak akhir tahun
1980-an, konsep “pengajaran terbuka” atau “open
instruction” yang menekankan pada “murid belajar atas dorongan sendiri”
semakin berkembang dan semakin popular pada sekolah-sekolah pendidikan dasar
dan juga pada sebagian sekolah menegah pertama.
e.
Ujian,
Kenaikan Kelas, dan Sertifikasi
Tes
formal pada prinsipnya tidak digunakan untuk menilai keberhasilan anak
disekolah. Pengecualian itu hanya untuk keperluan diagnostik yaitu
mengidentifikasi jenis-jenis dyslexia (kesulitan belajar membaca dan menulis
karena kondisi pada otak). Kemudia seperti telah disebutkan terdahulu, tidak
ada kenaikan kelas secara otomatis, tetapi kelas mengulang juga sudah hampir
tidak dilaksanakan lagi (hanya 1,5% per kelas di pendidikan dasar, dan
kira-kira 4% di sekolah tingkat menengah pada tahun 1990).
Sertifikat
dan diploma yang dicapai di universitas dan jian-ujian negara bagian dan
memberi hak kepada pemegangnya untuk memasuki program pendidikan yang lebih
tinggi, dan juga mengandung nama-nama profesional, termasuk gelar akedemik .
f.
Evaluasi,
dan penelitian pendidikan
Tidak
ada evaluasi nasional yang dilakukan secara teratur mengenai hasil pendidikan.
Komponen Jerman dalam Asosiasi Internasional untuk Penelitian Penilaian
Pencapaian Pendidikan dalam bidang “Membaca” merupakan survei pertama dalam dua
dekade terakhir yang didasrkan pada sempelprobabilitas siswa secara nasional.
Apabila di bandingkan dengan negara lain, Jerman belum banyak melakukan
penelitian empiris dalam bidang pendidikan.
D.
Reformasi
dan Isu-Isu Pendidikan
Masa
untuk melakukan reformasi pendidikan yang mendasar di Jerman Barat secara resmi
berakhir tahun 1975 dengan dibubarkannya Dewan Pendidikan (Council of Education) yang mencoba mengimplementasikan sistem
pendidikan yang sama sekali baru. Semenjak itu, pemerintah yang konservatif
cenderung mempertahankan struktur tripatrit pada pendidikan menengah, sementara
kementrian yang beraliran Sosial Demokrat mencoba menerapkan Gesamtschule sebagai alternatif, kalau
tidak sebagai pengganti, sistem tripartit.
Sesungguhnya,
seluruh Jerman akan terus mengalami masalah yang kelihatannya makin meningkat,
bukan makin terselesaikan. Masalahnya terutama pada anak-anak yang sudah punya
persoalan sebelumnya karena latar belakang sosial yang tidak menguntungkan.
Integrasi anak-anak imigranyang jumlahnya semakin besar sesungguhnya merupakan
tantangan berat bagi pendidikan Jerman, termasuk isu “pemberian kesempatan yang
sama”. Mencari perimbangan antara kebutuhan untuk integrasi sosial bagi
anak-anak cacat dan penyelenggaraan pengajaran yang optimal tetap menjadi fokus
pemikiran.
II.
INDONESIA
A.
Dasar
dan tujuan pendidikan
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian tujuan
pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Fungsi
Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang
baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan
pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan
pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan
pendidikan.Tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-komponen
pendidikan lainya. Tujuan pendidikan bersifat normatif, yaitu mengandung
unsur-unsur norma bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat
perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai
hidup yang baik.Sehubungan dengan fungsi tujuan yang demikian penting itu, maka
menjadi keharusan bagi pendidik untuk memahaminya.
Khusus untuk
Indonesia tujuannya ditekankan pada pembentukan manusia seutuhnya dengan
berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Dasar pancasila adalah pada kelima silanya
secara utuh dan UUD 1945 terutama pada alenia bahwa setiap warga negara berhak
menerima pengajaran.
B.
Struktur
pendidikan
Departemen pengelola utama pendidikan di Indonesia adalah
departemen pendidikan dan kebudayaan. Kebijakan pendidikan dikembangkan di
pusat (Departemen) dan disebarkan keseluruh Wilayah dengan lembaga
pendidikannya seperti hal kurikulum dan ujian-ujian, serta pembinaan lain
seperti administrasi dan supervisi. Negara berkembang berhasilnya pelaksanaan
wajib belajar taraf SD berakibat perlunya pemikiran tentang kebijaksanaan untuk
mingkatkan wajib belajar sampai taraf SMA. Untuk menanggapi ini perlu mendapat
pertimbangan seperti ekonomi dan politik.
C.
Sistem
pendidikan
Hak dan kewenangan dalam bidang administrasi pendidikan
sejalan dengan alur dalam pemerintahan atau polotik, untuk ini dikenal dengan
sentralisasi, desentralisasi, dan otonomi.
1.
Sentralisasi
menunjuk pada hak dan wewenang yang terpusat pada pemerintah pusat.
2.
Desentralisasi
menunjuk pada hak dan wewenang pada daerah.
3.
Otonomi
daerah adalah pada aspek-aspek yang bebas pengelolaannya pada daerah, sehingga
otonomi ini kurang lazim digunakan dalam bidang administrasi pendidikan.
D.
Jenis
pendidikan
Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Ø Jalur
pendidikannya
1. pendidikan formal,
2. nonformal, dan
3. informal.
1.
Jalur
Pendidikan
Formal
Jenjang pendidikan formal terdiri atas:
1. pendidikan dasar,
2. pendidikan menengah,
3. dan pendidikan tinggi.
2.
Pendidikan
Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan
nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi:
1. pendidikan kecakapan hidup,
2. pendidikan anak usia dini,
3. pendidikan kepemudaan,
4. pendidikan pemberdayaan perempuan,
5. pendidikan keaksaraan,
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
7. pendidikan kesetaraan, serta
8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
3.
Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal
diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Ø Jenis pendidikan mencakup:
1. pendidikan umum,
2. kejuruan,
3. akademik,
4. profesi,
5. vokasi,
6. keagamaan, dan
7. khusus.
E.
Kurikulum
Kurikulum adalah
perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang
berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam
satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Lama
waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari
sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat
mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan
pembelajaran secara menyeluruh.
Kurikulum pendidikan nasional berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 36
yaitu:
1)
Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
2)
Kurikulum
pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik.
3)
Kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
Peningkatan
iman dan takwa
b.
Peningkatan
akhlak mulia
c.
Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
d.
Keragaman
potensi daerah dan lingkungan
e.
Tuntutan
pembangunan daerah da lingkungan
f.
Tuntutan
dunia kerja
g.
Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
h.
Agama
i.
Dinamika
perkembangan global
j.
Persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan
4)
Ketentuan
mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
F.
Pendanaan
pendidikan
a.
Tanggung
Jawab Pendidikan Pasal 46
1)
Pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
2)
Pemerintah
dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3)
Ketentuan
mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
b. Sumber Pendanaan Pendidikan
1)
Sumber
pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan
keberlanjutan.
2)
Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)
Ketentuan
mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
c. Pengelolaan Dana Pendidikan
1)
Pengelolaan
dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas publik.
2)
Ketentuan
mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
d. Pengalokasian Dana Pendidikan
1)
Dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Daerah.
G. Evaluasi Pendidikan
a. Evaluasi Pasal 57
1)
Evaluasi
dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai
bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
2)
Evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur
formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
b.
Evaluasi
Pasal 58
1)
Evaluasi
hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
2)
Evaluasi
peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga
mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai
pencapaian standar nasional pendidikan.
BAB
III
KESIMPULAN
ANALISI PERBANDINGAN PENDIDIKAN
DI
JERMAN DAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
NO
|
PERMASALAHAN PENDIDIKAN
|
PERBANDINGAN
|
ANALISIS
|
JERMAN
|
INDONESIA
|
1
|
Tujuan
|
Ø Untuk
membentuk pribadi sosialis.
Ø Mengembangkan
individualitas dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Ø Menyiapkan
lulusan yang berkualitas.
Ø Undang-undang
tentang Sekolah khusus dan Universitas ditetapkan tujuan umum pendidikan
dengan tekanan pada pengembangan individualitas dan partisipasi dalam
kehidupan.
|
Ø Mencerdaskan kehidupan bangsa serta pembentukan manusia
seutuhnya berdasarkan pancasila dan UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak
menerima pengajaran.
Ø Untuk
berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
|
Setiap negara
memiliki tujuan pendidikan masing-masing yang tujuannya untuk memperbaiki
taraf hidup menjadi lebih baik, suatu bangsa dapat dikatakan maju yaitu dapat
dinilai dari kualitas pendidikan yang ada di negara tersebut.
|
2
|
Sistem
|
Sistem pendidikan
Jerman Barat adalah desentralisasi sedangkan Jerman Timur adalah
sentralisasi.
|
Sistem pendidikan di
Indonesia adalah sentralisasi, namun dalam penyelengaraannya satuan dan
kegiatan pendidikan dilaksanakan secara desentralisasi.
|
Kedua negara tersebut
memiliki sistem pendidikan yang sama, yang dalam pelaksanaannyapun dapat
berjalan dengan baik.
|
3
|
Dasar
|
Jerman Timun dalam
dasar pendidikannya lebih condong ke arah pengembangan nilai-nilai
sosialis-komunisme, sedangkan Jerman Barat bertitik tOlak dari nilai-nilai
Demokrasi yang lebih liberal, yang membiarkan kompetisi individual berkembang
secara alamiah.
|
Indonesia mendasari
pendidikan dengan falsafah pancasila.
|
Kedua negara ini
memiliki dasar yang berbeda, namun perbedaan Dasar tersebut tidak menjadi
penghambat untuk setiap negara dalam mewujudkan pendidikan, selagi dasar yang
di anut itu tidak menyimpang aturan pendidikan, maka dapat dikatakan sah-sah
saja, demi mewujudkan pendidikan yang semakin lebih baik.
|
4
|
Kurikulum
|
Menteri-menteri
pendidikan negara bagian menentukan kurikulum mereka sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan mereka melakukan itu melalui tiga jenis
instrumen yaitu, pertama, tabel yang menguraikan jumlah jam belajar per minggu,
serta mata pelajaran sesuai dengan “grade” dan jenis sekolah.
kedua,
pedoman kurikulum.
ketiga,
pemberian wewenang penulisan dan pengadaan buku teks.
|
Berdasarkan standar nasional disesuaikan dengan perkembangan peserta
didik dengan kebutuhan lingkungan pendidikan nasional.
|
Kurikulum yang
digunakan di indinesia menurut kami baik karena dalam kurikulum tersebut
diterapkan cara penyesuaian terhadap perkembangan peserta didik dengan
lingkungan hal ini dapat memudahkan pendidik dalam memahami karakter dan
kemampuan anak didik.
Kemudian kurikulum
yang digunakan di negara Jerman juga baik, selagi tidak menyimpang dengan pendidikan.
|
5
|
Proses
|
Keputusan untuk
metode mengajar tertentu sepenuhnya diserahkan kepada guru. konsep
“pengajaran terbuka” atau “open
instruction” yang menekankan pada “murid belajar atas dorongan sendiri”.
|
1. pendidikan formal,
2. nonformal, dan
3. informal.
|
Proses pendidikan
yang diterapkan di jerman cukup menarik, tak ada salahnya indonesia dapat
mengadopsi tehnik yang digunakan di Jerman agar dapat membangun pendidikan di
indonesia lebih baik lagi. Tehnik tersebut nantinya dapat di terapkan pada
pendidikan di indonesia baik dalam pendidikan
formal, non formal dan informal. Tak ada salahnya hal ini dicoba.
|
6
|
Evaluasi
|
Tidak ada evaluasi
nasional yang dilakukan secara teratur mengenai hasil pendidikan.
Apabila
di bandingkan dengan negara lain, Jerman belum banyak melakukan penelitian
empiris dalam bidang pendidikan.
|
Evaluasi Pasal 58
1.
Evaluasi hasi belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
|
dalam kegiatan
Evaluasi pendidikan ternyata indonesia dapat dikatakan lebih baik di
bandingkan dengan Negara Jerman.
|
7
|
Pembiayaan
|
Dengan pengecualian
pendidikan tinggi, keuangan pendidikan sepenuhnya berada di tangan Lender dan
masyarakat setempat. Secara umum, seluruh biaya personil ditanggung oleh
pemerintah negara bagian, dan infra struktur oleh masyarakat
|
Sumber pendanaan pendidikan di Indonesia
berasal dari APBN, APBD ditanggung bersama antar pusat, daerah dan masyarakat
|
Dalam masalah
administrasi pendidikan, kedua negara ini memiliki peran yang baik dalam
bidang pendidikan, dan masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam masalah
administrasi pendidikan.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama RI. Kumpulan Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI.
Hasbullah. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Perbandingan Sistem
Pendidikan 15 Negara.